Wilayah Depok dan Bogor, yang kini menjadi bagian integral dari kawasan metropolitan Jabodetabek, memiliki sejarah yang kaya dan berlapis, membentang jauh sebelum era modern. Pemahaman akan latar belakang geografis dan asal-usul penamaan kedua wilayah ini menjadi kunci untuk mengungkap peran strategisnya dalam pembentukan peradaban dan kerajaan-kerajaan kuno di Jawa Barat.
Secara geografis, Bogor dikenal sebagai "Kota Hujan," sebuah julukan yang mencerminkan karakteristik iklimnya. Wilayah ini terletak di Jawa Barat, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi. Keunggulan lokasinya yang berada di daerah pegunungan secara alami memberikan pertahanan yang kuat terhadap potensi serangan, menjadikannya lokasi yang sulit ditaklukkan. Selain itu, tanahnya yang subur mendukung aktivitas pertanian yang melimpah, dan akses yang mudah ke pusat-pusat perdagangan pada masa itu semakin meningkatkan daya tariknya sebagai pusat pemukiman dan kekuasaan. Kondisi geografis ini memberikan keuntungan geostrategis yang signifikan, menjadikan wilayah Bogor-Depok sebagai koridor penting yang menghubungkan dataran tinggi dengan wilayah pesisir. Keunggulan ini secara konsisten memengaruhi pola permukiman manusia dan dinamika kekuasaan regional sepanjang sejarah, dari kerajaan kuno hingga periode kolonial.
Depok, yang saat ini berfungsi sebagai kota penyangga ibu kota, dulunya hanyalah sebuah kecamatan di bawah Kawedanan Parung, Kabupaten Bogor. Namun, perkembangan yang pesat, terutama sejak pembangunan perumahan dan kampus Universitas Indonesia pada tahun 1976, mendorong peningkatan statusnya menjadi kota administratif pada tahun 1982, dan akhirnya menjadi kota otonom pada 27 April 1999. Posisi Depok sebagai "front terdepan" dalam konflik sejarah dan perannya sebagai titik transit menunjukkan betapa pentingnya koridor ini sebagai jalur penghubung antara dataran tinggi dan daerah pesisir, sebuah peran yang terus berlanjut dan berevolusi seiring waktu.
Asal-Usul Nama "Depok" dan "Bogor" dalam Konteks Sejarah Kuno
Asal-usul nama "Bogor" dan "Depok" sendiri mencerminkan lapisan-lapisan sejarah dan pengaruh budaya yang berbeda. Nama "Bogor" memiliki beberapa versi etimologi. Salah satu yang paling dikenal adalah kaitannya dengan "Buitenzorg," nama resmi yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda, yang berarti "aman" atau "tentram," mencerminkan fungsi wilayah ini sebagai tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal VOC. Namun, ada pula pendapat yang mengaitkan "Bogor" dengan kata "Bahai" yang berarti "Sapi," mungkin karena keberadaan patung sapi di Kebun Raya Bogor, atau dari kata "Bokor" yang merujuk pada tunggul pohon enau (kawung). Adanya beragam etimologi ini menunjukkan adanya pergeseran pengaruh, dari penamaan lokal yang terkait dengan lingkungan alam hingga penamaan kolonial yang mencerminkan kontrol administratif. Perubahan dalam penamaan ini bukan sekadar linguistik, melainkan juga menandai pergeseran otoritas politik dan dominasi budaya yang memengaruhi identitas wilayah.
Nama "Depok" juga memiliki beberapa teori asal-usul yang kompleks. Teori yang populer di kalangan masyarakat adalah bahwa "Depok" merupakan akronim dari "De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen" (DEPOK) atau "De Eerste Protestants Onderdaan Kerk". Akronim ini muncul pada tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda atau terkait dengan pembelian lahan oleh Cornelis Chastelein pada akhir abad ke-17 untuk perkebunan dan penyebaran agama Kristen. Namun, teori akronim ini dianggap kurang kuat karena nama "Depok" juga ditemukan di daerah lain di Indonesia, menunjukkan akar yang lebih dalam.
Penelusuran toponimis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa nama "Depok" dalam bahasa Sunda kuna atau buhun berarti "perkampungan" atau "pertapaan". Makna ini sangat mungkin telah digunakan sejak zaman kuno, setidaknya pada abad ke-15, ketika wilayah Bogor dan sekitarnya menjadi pusat Kerajaan Sunda Pajajaran. Hal ini menandakan bahwa Depok telah menjadi tempat pemukiman atau lokasi spiritual sejak lama. Selain itu, nama "Depok" juga dikaitkan dengan istilah pribumi "deprok," yang berarti "duduk santai ala Melayu," merujuk pada singgahnya Prabu Siliwangi di kawasan Beji. Versi lain menyebutkan "padepokan" sebagai asal-usul nama, merujuk pada tempat yang didirikan oleh pengikut Pangeran Purba untuk menyebarkan agama Islam, atau "Padepokan Beji" yang berfungsi sebagai pusat latihan bela diri dan pendidikan agama bagi tentara Banten dan Cirebon. Berbagai interpretasi nama "Depok" ini menggambarkan evolusi semantik yang kompleks, mencerminkan sejarah berlapis wilayah tersebut, dari akar budaya pribumi, pengaruh Islam, hingga reinterpretasi kolonial. Ini menunjukkan bahwa Depok memiliki signifikansi budaya dan spiritual yang sudah ada sebelum kedatangan lapisan sejarah berikutnya.
Kerajaan Tarumanegara: Jejak Awal di Bogor dan Sekitarnya
Wilayah Bogor dan sekitarnya memiliki peran fundamental dalam sejarah awal Nusantara, khususnya sebagai pusat salah satu kerajaan Hindu tertua di Jawa Barat, Kerajaan Tarumanegara.
Pusat Kekuasaan dan Wilayah Administratif
Kerajaan Hindu Tarumanegara diperkirakan berdiri sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi, dengan pusat kekuasaannya di tepi Sungai Citarum, Jawa Barat. Bogor, yang saat ini menjadi kota modern, dahulunya merupakan lokasi penting bagi kerajaan ini pada abad ke-5. Bahkan, Kota Bogor diyakini sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman pada awal abad ke-5 Masehi.
Sistem pemerintahan Kerajaan Tarumanegara adalah monarki absolut, di mana seluruh kekuasaan tertinggi berada mutlak di tangan raja. Raja memiliki otoritas penuh dalam menjalankan pemerintahan, menunjukkan tingkat sentralisasi kekuasaan yang tinggi untuk zamannya. Di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman, wilayah kerajaan diperluas secara signifikan dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, hingga mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Barat saat ini. Penempatan Bogor sebagai lokasi utama, terutama di bawah Purnawarman, menunjukkan perannya sebagai titik awal yang krusial bagi perkembangan negara awal di Jawa Barat, dengan sistem politik dan administrasi yang canggih untuk periode tersebut.
Prasasti-Prasasti Penting sebagai Bukti Keberadaan
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara di wilayah Bogor didukung oleh penemuan berbagai prasasti yang menjadi bukti fisik tak terbantahkan. Prasasti-prasasti ini tidak hanya mengkonfirmasi eksistensi kerajaan, tetapi juga memberikan gambaran tentang ideologi negara dan infrastruktur yang dibangun pada masa itu.
Prasasti Ciaruteun: Ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Prasasti ini diidentifikasi dengan pahatan tapak kaki Raja Purnawarman dan tulisan beraksara Pallawa berbahasa Sanskerta. Teksnya, yang berbentuk puisi India, mengagungkan Purnawarman sebagai raja yang gagah berani, disamakan dengan Dewa Wisnu. Pahatan jejak kaki ini berfungsi sebagai simbol legitimasi kekuasaan raja, mengaitkan otoritasnya dengan kekuatan ilahi.
Prasasti Kebon Kopi (I): Ditemukan pada tahun 1863 oleh Jonathan Rig di dekat Buitenzorg (Bogor), tepatnya di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor. Prasasti ini juga dikenal sebagai Prasasti Tapak Gajah karena adanya jejak tapak gajah yang besar di permukaannya. Tapak gajah ini diyakini melambangkan Airawata, gajah tunggangan Dewa Indra dalam mitologi Hindu, yang menunjukkan kekuatan dan kejayaan kerajaan serta pengaruh kuat agama Hindu dalam kepemimpinan Purnawarman.
Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak): Ditemukan di Parakan Muncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Prasasti ini, yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, menggambarkan Raja Purnawarman sebagai pemimpin yang gagah berani layaknya singa dan selalu melindungi rakyatnya. Ini merupakan bukti nyata bahwa Kerajaan Tarumanegara memiliki sistem pemerintahan yang kuat dan wilayah kekuasaan yang luas pada abad ke-5 Masehi.
Prasasti Tugu: Ditemukan di Kampung Tugu, Jakarta Utara, prasasti ini memiliki nilai sejarah yang signifikan karena mencatat proyek-proyek besar Raja Purnawarman terkait pembangunan infrastruktur pengairan, seperti penggalian Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati. Catatan ini menunjukkan tingkat peradaban yang tinggi yang telah dicapai oleh Tarumanegara, serta luasnya wilayah kekuasaan mereka hingga ke daerah pesisir.
Prasasti-prasasti ini adalah sumber primer yang tak ternilai, memberikan gambaran tentang ideologi inti kerajaan Tarumanegara. Deifikasi Raja Purnawarman melalui perbandingan jejak kakinya dengan Dewa Wisnu atau kekuatannya dengan Airawata menunjukkan model kekuasaan ilahi yang penting untuk melegitimasi pemerintahannya. Selain itu, catatan tentang proyek irigasi yang ekstensif menunjukkan kapasitas administratif kerajaan dan fokusnya pada pembangunan ekonomi serta kesejahteraan publik, menandakan adanya negara yang terorganisir dan canggih. Keberadaan banyak prasasti ini di Bogor menegaskan peran sentral kota tersebut dalam lanskap politik dan keagamaan kerajaan.
Kerajaan Sunda dan Pakuan Pajajaran: Bogor sebagai Pusat Pemerintahan
Setelah era Kerajaan Tarumanegara, wilayah Bogor kembali menjadi pusat kekuasaan penting bagi Kerajaan Sunda, yang kemudian dikenal luas sebagai Kerajaan Pajajaran. Kerajaan ini mewarisi dan mengembangkan fondasi peradaban yang telah diletakkan sebelumnya.
Peran Bogor sebagai Ibu Kota Kerajaan Pajajaran (Pakuan Pajajaran)
Bogor menjadi lokasi Kerajaan Sunda setelah Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Sunda, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran, memiliki cakupan wilayah kekuasaan yang sangat luas, tidak hanya meliputi Jawa Barat, Banten, dan Jakarta, tetapi juga meluas hingga ke wilayah Lampung. Kota Bogor secara luas diyakini memiliki hubungan lokatif dengan Pakuan, yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran sejak masa pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja). Penobatannya pada 3 Juni 1482, bahkan, kini diperingati sebagai hari jadi Kota Bogor.
Asal-usul nama "Pakuan Pajajaran" dijelaskan dalam naskah kuno seperti Naskah Carita Waruga Guru (abad ke-18), yang mengaitkannya dengan banyaknya pohon "Pakujajar" di daerah tersebut. K.F. Holle (1869) juga mencatat keberadaan kampung Cipaku dan pohon paku (fern) di dekat Bogor, menyimpulkan bahwa "Pakuan Pajajaran" berarti "pohon paku yang berjajar". Pendapat lain dari Ten Dam menyebutkan "Pajajaran" karena Sungai Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar selama beberapa kilometer. Istilah "Pakuan," "Pajajaran," dan "Pakuan Pajajaran" juga dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis.
Catatan tentang Kota Pakuan sempat hilang setelah invasi tentara Banten, namun keberadaannya kembali terungkap melalui ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Penelitian mereka terhadap Prasasti Batutulis dan situs-situs lainnya mengkonfirmasi bahwa Bogor adalah pusat pemerintahan Pakuan Pajajaran. Keberlanjutan pusat kekuasaan yang sama dari Tarumanegara hingga Sunda-Pajajaran menunjukkan pentingnya strategis wilayah ini. Asosiasi yang kuat dengan Prabu Siliwangi dan peringatan tanggal penobatannya sebagai hari jadi Bogor menyoroti warisan budaya dan sejarah Pajajaran yang terus hidup dan membentuk identitas lokal.
Peninggalan Arkeologi dan Historis
Berbagai peninggalan arkeologi dan historis di Bogor menjadi bukti nyata kejayaan Kerajaan Pajajaran.
Prasasti Batutulis: Ini adalah peninggalan bersejarah utama dari Kerajaan Pajajaran, yang terletak di Kelurahan Batu Tulis, Kecamatan Bogor Selatan, Bogor. Prasasti ini dibuat pada tahun 1533 M oleh Raja Surawisesa, putra Prabu Siliwangi, sebagai bentuk kekaguman dan penghormatan kepada ayahnya. Pada batu prasasti ini juga terdapat bekas telapak kaki Raja Surawisesa dan batu lingga yang diyakini sebagai bekas tongkat pusaka dari Pajajaran. Tulisan di dalamnya menggunakan bahasa Sunda Kuno.
Kebun Raya Bogor (Taman Perburuan): Dahulu diyakini merupakan taman perburuan Kerajaan Pajajaran. Pada masa penjajahan Belanda, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoof membangun Istana Bogor pada tahun 1745. Kemudian, Thomas Stamford Raffles merenovasi istana dan mengubah sebagian tanahnya menjadi Kebun Raya (Botanical Garden) pada tahun 1817. Transformasi ini menunjukkan bagaimana lanskap bersejarah dapat diubah fungsinya namun tetap mempertahankan makna historisnya.
Cincin Emas Kuno: Dr. NJ. Krom pernah menemukan cincin emas kuno peninggalan zaman Pajajaran di Nagela, yang kini tersimpan di Museum Jakarta.
Benteng Kuno: Pada tahun 1709, Abraham Van Riebeck menemukan benteng kuno peninggalan kerajaan Pajajaran di Karadenan.
Senjata Kuno: Senjata kuno peninggalan zaman Pajajaran masih ditemukan di rumah penduduk Kawung Pundak, yang diwariskan secara turun-temurun.
Beragam temuan arkeologi ini, mulai dari Prasasti Batutulis yang monumental yang melegitimasi garis keturunan raja, hingga struktur fungsional seperti benteng, dan artefak sehari-hari seperti cincin emas dan senjata, memberikan gambaran komprehensif tentang keberadaan dan kecanggihan Pajajaran. Peninggalan material ini sangat penting untuk memahami aspek-aspek nyata dari kekuasaan kerajaan, praktik budayanya, dan kehidupan sehari-hari penduduknya.
Struktur Pemerintahan dan Pengaruhnya
Kerajaan Sunda Pajajaran menganut sistem pemerintahan feodal. Struktur pemerintahan kerajaan Sunda terdiri dari Prabu atau Raja sebagai pemimpin tertinggi, diikuti oleh Putra Mahkota, Mangkubumi (perdana menteri), Mantri (menteri), Wado (pemimpin prajurit kerajaan), dan Syahbandar (kepala pelabuhan). Untuk mengelola daerah-daerah bawahan, Raja mengangkat kepala-kepala daerah yang bertanggung jawab langsung kepada mangkubumi dan raja.
Mayoritas masyarakat kerajaan Sunda bekerja di sektor agraris, didukung oleh karakteristik tanah yang subur untuk pertanian dan peternakan. Selain itu, masyarakat di kawasan pesisir seperti Banten dan Jakarta bergantung pada sektor maritim dan perdagangan. Struktur pemerintahan yang hierarkis dan ekonomi yang terdiversifikasi ini menunjukkan kapasitas administratif yang kuat dan basis ekonomi yang adaptif, memungkinkan Pajajaran untuk mempertahankan kendali teritorial yang luas dan pengaruhnya di Nusantara.
Keterkaitan Depok dengan Kerajaan Kuno dan Periode Awal
Depok, meskipun tidak menjadi pusat pemerintahan kerajaan-kerajaan besar seperti Bogor, memiliki sejarah yang mendalam dan berlapis, dari masa prasejarah hingga periode awal kolonial, yang menunjukkan perannya yang unik dalam dinamika regional.
Depok dalam Lingkup Pengaruh Kerajaan Pajajaran (Posisi Strategis, Nama Lokal)
Nama "Depok" dalam bahasa Sunda kuna yang berarti "perkampungan" atau "pertapaan" menunjukkan bahwa wilayah ini telah dihuni dan memiliki signifikansi spiritual sejak zaman kuno, setidaknya pada abad ke-15, ketika Bogor menjadi pusat Kerajaan Sunda Pajajaran. Hal ini menandakan keberadaan komunitas manusia yang sudah ada sebelum munculnya kerajaan-kerajaan besar.
Secara geografis, Depok terletak sekitar 13 km di sebelah utara Muaraberes, sebuah kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan Pajajaran. Posisi ini menjadikan Depok sebagai "front terdepan" atau daerah penyangga yang penting bagi tentara Jayakarta dalam konflik mereka dengan Pajajaran. Peran strategis ini menunjukkan bahwa Depok, meskipun bukan ibu kota, merupakan bagian integral dari jaringan pertahanan kerajaan. Keberadaan nama-nama kampung atau desa yang menggunakan bahasa Sunda di Depok, seperti Parung Serang, Parung Belimbing, Parung Malela, Parung Bingung, Cisalak, dan Karang Anyar, semakin memperkuat bukti keterkaitan budaya dan linguistik Depok dengan wilayah pengaruh Pajajaran. Ini menunjukkan bahwa Depok bukan hanya wilayah pinggiran, tetapi merupakan bagian yang terintegrasi dalam lanskap geopolitik dan budaya Pajajaran.
Peninggalan Prasejarah dan Arkeologi di Depok
Penemuan artefak sejarah di Depok dan sekitarnya mengindikasikan bahwa wilayah ini telah dihuni sejak zaman prasejarah. Peninggalan dari zaman megalitikum, seperti Menhir “Gagang Golok,” Punden berundak “Sumur Bandung,” Kapak Persegi, dan Pahat Batu, telah ditemukan. Selain itu, penemuan Paji Batu dan sejenis Beliung Batu merupakan bukti peninggalan zaman Neolitikum. Keberadaan artefak-artefak ini menunjukkan bahwa sejarah manusia di Depok membentang ribuan tahun ke belakang, jauh sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha.
Punden berundak "Sumur Bandung" secara khusus memiliki mitos yang kuat, dipercaya sebagai tempat pemujaan dan pengobatan di masa lalu, bahkan dengan cerita tentang bidadari yang mandi di mata airnya. Hal ini menunjukkan adanya praktik spiritual atau seremonial yang terorganisir sejak dini, dan lanskap sakral yang tertanam dalam cerita rakyat lokal, menunjukkan kesinambungan makna spiritual dari zaman kuno hingga saat ini.
Transisi dan Pengaruh Pasca-Pajajaran (Kesultanan Banten, Cornelis Chastelein)
Setelah periode kerajaan Hindu-Buddha, Depok menjadi saksi transisi dan perpaduan budaya serta agama yang signifikan. Pengaruh Islam di Depok diperkirakan dimulai sekitar tahun 1527, bersamaan dengan perlawanan Kesultanan Banten dan Cirebon terhadap VOC yang berpusat di Batavia. Depok menjadi jalur darat terdekat yang vital untuk menghubungkan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta direbut VOC.
Banyak peninggalan tentara Banten ditemukan di Sawangan, termasuk Kramat Beji, sebuah situs dengan tujuh sumur dan bangunan kecil yang berisi senjata kuno. Tempat ini diduga berfungsi sebagai lokasi pertemuan, latihan bela diri, dan pendidikan agama (sering disebut padepokan) bagi tentara Banten dan Cirebon. Nama "Depok" kemungkinan juga berasal dari "Padepokan Beji" ini. Sebuah masjid kuno di Pandak (Karadenan) dianggap sebagai masjid pertama di Bogor, dibangun sekitar tahun 1550 oleh Raden Safe'i, cucu Pangeran Sangiang (Prabu Surawisesa), yang merupakan tentara Pajajaran yang masuk Islam. Penemuan senjata kuno dan kujang Pajajaran di rumah-rumah penduduk sekitar masjid ini menunjukkan proses sinkretisme agama yang terjadi di wilayah tersebut. Selain itu, makam Ratu Anti (Ratu Maemunah), seorang prajurit Banten yang berjuang melawan Pajajaran, ditemukan di Bojong Gede.
Pada 18 Mei 1696, Cornelis Chastelein, seorang pejabat tinggi VOC, membeli lahan di wilayah Mampang dan Depok Lama untuk perkebunan. Ia juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya melalui sebuah Padepokan Kristiani, dan menyebut daerah penyebarannya "De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen" (DEPOK). Cornelis Chastelein bahkan dianggap sebagai pahlawan karena membebaskan 12 marga Depok, yang kemudian mendirikan Tugu Cornelis Chastelein untuk menghormatinya. Pada tahun 1871, pemerintah Hindia Belanda memutuskan menjadikan Depok wilayah otonom sendiri, yang diperintah oleh seorang residen. Sejarah Depok ini menunjukkan perannya yang dinamis dalam pergeseran sejarah yang lebih luas, dari konflik antar-kerajaan hingga kedatangan kekuatan kolonial Eropa, serta transformasi agama dan sosial yang mendalam.
Analisis Komparatif dan Signifikansi Historis
Perbandingan peran historis antara Bogor dan Depok mengungkapkan dinamika yang saling melengkapi dalam pembentukan peradaban di Jawa Barat bagian barat. Kedua wilayah ini, meskipun memiliki fungsi yang berbeda, secara kolektif berkontribusi pada stabilitas dan perkembangan regional.
Perbandingan Peran Bogor dan Depok dalam Kerajaan Kuno
Bogor secara konsisten berfungsi sebagai pusat kekuasaan utama dan ibu kota bagi dua kerajaan besar: Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Sunda/Pajajaran dari abad ke-7 hingga ke-16 Masehi. Keberadaan istana, konsentrasi prasasti-prasasti monumental seperti Ciaruteun, Kebon Kopi, dan Batutulis, serta statusnya sebagai pusat pemerintahan Prabu Siliwangi, menegaskan peran sentralnya sebagai jantung politik dan budaya di Jawa Barat bagian barat. Ini menunjukkan bahwa Bogor adalah inti yang mengandalkan wilayah sekitarnya untuk pertahanan dan sumber daya.
Sebaliknya, Depok memiliki sejarah yang membentang lebih jauh ke masa prasejarah, dengan peninggalan megalitikum dan neolitikum yang menunjukkan keberadaan komunitas manusia yang lebih tua dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Dalam konteks Kerajaan Pajajaran, Depok lebih berperan sebagai wilayah strategis, "front terdepan" atau daerah penyangga yang penting untuk pertahanan. Kemudian, Depok menjadi titik penting dalam transisi ke era Islam melalui pengaruh Kesultanan Banten, dan selanjutnya menjadi pusat perkebunan di era kolonial Belanda di bawah Cornelis Chastelein. Peran ini menunjukkan adaptasi dan evolusi fungsi historisnya dari waktu ke waktu.
Peran yang berbeda namun saling melengkapi ini menyoroti hubungan yang rumit dan saling bergantung antara kedua wilayah. Fungsi historis mereka yang berbeda secara kolektif berkontribusi pada stabilitas, perkembangan, dan evolusi lanskap Jawa Barat yang lebih luas, membentuk ekosistem regional yang kompleks dalam hal kekuasaan dan pengaruh.
Kontinuitas Budaya dan Warisan Sejarah di Kedua Wilayah
Pengaruh budaya Sunda Kuno masih sangat jelas terlihat dalam nama-nama tempat di Depok, serta asal-usul nama "Depok" itu sendiri yang berarti "perkampungan" atau "pertapaan" dalam bahasa Sunda kuna. Ini menunjukkan akar budaya yang mendalam dan berkelanjutan. Peninggalan arkeologi dari Tarumanegara dan Pajajaran di Bogor, seperti prasasti dan situs-situs kuno, terus menjadi bukti fisik sejarah yang tak terbantahkan, yang menjaga ingatan kolektif akan kerajaan-kerajaan besar tersebut.
Transformasi situs bersejarah, seperti perubahan Taman Perburuan menjadi Kebun Raya Bogor, menunjukkan bagaimana warisan sejarah dapat diadaptasi untuk fungsi modern, di mana nilai historis dipertahankan sambil melayani tujuan kontemporer. Upaya pelestarian di Depok, seperti rencana menjadikan Kawasan Depok Lama sebagai Kawasan Cagar Budaya , menunjukkan kesadaran dan komitmen pemerintah serta masyarakat untuk menjaga warisan kolonial dan pra-kolonial. Keterlibatan aktif dengan masa lalu ini memastikan bahwa warisan kerajaan-kerajaan kuno tetap relevan dan dapat diakses.
Narasi sejarah Depok dan Bogor tidak hanya terbatas pada teks-teks akademis, melainkan secara aktif membentuk identitas mereka saat ini dan perkembangan masa depan. Keterlibatan berkelanjutan dengan warisan ini menggarisbawahi pentingnya pelestarian untuk kelangsungan budaya, pendidikan, dan pembentukan rasa tempat dan kepemilikan yang kuat dalam komunitas ini.
Tabel berikut merangkum informasi kunci mengenai kerajaan-kerajaan kuno yang memiliki keterkaitan dengan wilayah Bogor dan Depok, serta peninggalan arkeologi penting di kedua wilayah.
Tabel 1: Ringkasan Kerajaan Kuno di Wilayah Bogor dan Depok
Nama Kerajaan | Periode Kekuasaan | Pusat Kekuasaan Utama di Wilayah | Peran/Keterkaitan dengan Bogor | Peran/Keterkaitan dengan Depok | Bukti Utama di Wilayah |
---|---|---|---|---|---|
Tarumanegara | Abad ke-4/5 M | Tepi Sungai Citarum, Bogor/Pakuan | Pusat pemerintahan, Ibu kota, Lokasi prasasti utama | Wilayah pengaruh | Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Tugu |
Sunda/Pajajaran | 662–1579 M | Bogor/Pakuan | Ibu kota, Pusat pemerintahan Prabu Siliwangi | Wilayah strategis ("front terdepan"), Peninggalan prasejarah, Jalur transit | Prasasti Batutulis, Kebun Raya Bogor (Taman Perburuan), Cincin emas kuno, Benteng kuno, Senjata kuno |
Tabel 2: Daftar Peninggalan Arkeologi Penting di Bogor dan Depok
Nama Peninggalan | Lokasi Spesifik | Periode/Kerajaan Terkait | Deskripsi Singkat & Signifikansi | ID Snippet Pendukung |
---|---|---|---|---|
Prasasti Ciaruteun | Kampung Muara, Cibungbulang, Kab. Bogor | Tarumanegara | Jejak kaki Raja Purnawarman, simbol legitimasi kekuasaan | |
Prasasti Kebon Kopi (I) | Kampung Muara, Cibungbulang, Kab. Bogor | Tarumanegara | Pahatan tapak gajah (Airawata), simbol kekuatan dan kejayaan | |
Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak) | Parakan Muncang, Nanggung, Kab. Bogor | Tarumanegara | Menggambarkan Raja Purnawarman sebagai pemimpin gagah berani | |
Prasasti Batutulis | Kelurahan Batu Tulis, Bogor Selatan, Bogor | Pajajaran | Dibuat oleh Raja Surawisesa, bukti ibu kota Pajajaran dan warisan Prabu Siliwangi | |
Kebun Raya Bogor (Taman Perburuan) | Kota Bogor | Pajajaran, Kolonial Belanda | Dahulu taman perburuan Pajajaran, diubah menjadi kebun raya oleh Belanda | |
Menhir “Gagang Golok” | Depok | Prasejarah (Megalitikum) | Peninggalan zaman megalitikum, bukti hunian kuno | |
Punden berundak “Sumur Bandung” | Depok | Prasejarah (Megalitikum) | Peninggalan zaman megalitikum, tempat pemujaan dan pengobatan kuno | |
Kramat Beji | Sawangan, Depok | Kesultanan Banten | Situs dengan senjata kuno, lokasi pertemuan dan latihan tentara Banten, kemungkinan asal nama "Depok" | |
Masjid Kuno Pandak | Karadenan, Depok (perbatasan Bogor) | Islam (abad 16), Pajajaran | Masjid pertama di Bogor, dibangun oleh tentara Pajajaran yang masuk Islam | |
Rumah Tua Pondok Cina | Depok | Kolonial Belanda | Bukti keberadaan orang Tionghoa dan perkembangan pemukiman | |
Jembatan Panus | Depok | Kolonial Belanda | Dibangun 1917, penghubung utama Bogor-Batavia, jalur penting perang | |
Tugu Cornelis Chastelein | Depok | Kolonial Belanda | Didirikan oleh 12 marga Depok untuk menghormati Cornelis Chastelein |
Kesimpulan dan Implikasi Sejarah
Wilayah Depok dan Bogor merupakan koridor sejarah yang sangat penting di Jawa Barat, yang mencerminkan evolusi politik, sosial, dan budaya yang dinamis dari masa prasejarah hingga periode modern.
Ringkasan Temuan Utama: Secara historis, Bogor adalah pusat kekuasaan utama bagi dua kerajaan besar di Jawa Barat bagian barat: Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Sunda/Pakuan Pajajaran dari abad ke-7 hingga ke-16 Masehi. Keberadaan istana, konsentrasi prasasti-prasasti monumental, dan statusnya sebagai ibu kota menunjukkan peran sentralnya dalam sejarah politik dan budaya Nusantara.
Depok, meskipun bukan pusat kerajaan, memiliki sejarah yang sangat panjang sejak zaman prasejarah, dibuktikan dengan peninggalan megalitikum dan neolitikum. Wilayah ini kemudian berfungsi sebagai daerah strategis dalam lingkup pengaruh Pajajaran, dan menjadi titik penting dalam transisi ke era Islam dengan masuknya pengaruh Kesultanan Banten, serta awal periode kolonial Belanda dengan peran Cornelis Chastelein. Kedua wilayah ini secara kolektif menunjukkan lapisan-lapisan sejarah yang kompleks dan saling terkait, dari peradaban kuno hingga pengaruh kolonial, yang membentuk identitas historis mereka yang unik.
Implikasi Sejarah yang Lebih Luas: Studi tentang wilayah Depok-Bogor memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana geografi memengaruhi pembentukan negara awal, bagaimana kekuasaan bergeser, dan bagaimana budaya berkembang. Wilayah ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah lanskap dapat menjadi pusat peradaban yang berkelanjutan, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan pengaruh eksternal.
Peninggalan arkeologi dan historis yang melimpah di kedua wilayah adalah sumber daya tak ternilai untuk memahami peradaban awal di Nusantara. Mereka berfungsi sebagai bukti fisik yang memungkinkan rekonstruksi narasi sejarah, studi tentang sistem pemerintahan, ekonomi, dan kepercayaan masyarakat kuno. Situs-situs ini adalah "perpustakaan hidup" yang mengajarkan generasi sekarang tentang akar sejarah dan keanekaragaman budaya mereka. Oleh karena itu, pentingnya pelestarian warisan budaya ini tidak hanya untuk tujuan akademik tetapi juga untuk pendidikan masyarakat dan pembentukan identitas lokal yang kuat.
Works cited
1. Asal Usul Nama dan Sejarah Bogor, Kota Hujan yang Dibangun ..., https://daerah.sindonews.com/read/1096185/701/asal-usul-nama-dan-sejarah-bogor-kota-hujan-yang-dibangun-thomas-stamford-raffles-1683885919 2. Kota Bogor - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor 3. Asal Usul Nama dan Sejarah Kota Depok, Kota yang Punya ..., https://kabar24.bisnis.com/read/20221113/15/1597596/asal-usul-nama-dan-sejarah-kota-depok-kota-yang-punya-fenomena-unik 4. Asal Usul Kota Depok | PDF | Sejarah - Scribd, https://id.scribd.com/document/413046731/Asal-Usul-Kota-Depok 5. Asal-usul Nama Depok, Benarkan Sebuah Singkatan? Ini Penjelasan Artinya - detikcom, https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-7739169/asal-usul-nama-depok-benarkan-sebuah-singkatan-ini-penjelasan-artinya 6. Sejarah Terbentuknya Kota Bogor | PDF | Perjalanan | Sejarah, https://id.scribd.com/document/340200728/Sejarah-Terbentuknya-Kota-Bogor 7. Sejarah Depok Sebelum Masa Penjajahan Jepang – Persada ..., https://belitungsite.wordpress.com/2019/05/07/sejarah-depok-sebelum-masa-penjajahan-jepang/ 8. Mengenal Tempat, Tahun Berdiri, dan Pendiri Kerajaan Tarumanegara - Gramedia, https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-tarumanegara/ 9. Sejarah Kota Bogor Tempo Dulu - Asal Usul Nama Bogor - YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=KpnzKd7SCfs 10. Sistem Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara dan Raja yang ..., https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/sistem-pemerintahan-kerajaan-tarumanegara-dan-raja-yang-berkuasa-2129mYACb1n 11. 7 Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Lengkap Beserta Lokasi ..., https://www.merdeka.com/sumut/7-peninggalan-kerajaan-tarumanegara-lengkap-beserta-lokasi-dan-gambarnya-kln.html 12. 7 Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara - Traveloka, https://www.traveloka.com/id-id/explore/destination/prasasti-peninggalan-kerajaan-tarumanegara-acc/536048 13. 3 Prasasti Peninggalan Kerajaan Pajajaran | kumparan.com, https://kumparan.com/berita-hari-ini/3-prasasti-peninggalan-kerajaan-pajajaran-1tM2pNzUhsr 14. Kerajaan Pajajaran: Peninggalan, Sejarah dan Masa Kejayaan, https://www.dailysports.id/umum/4098/kerajaan-pajajaran 15. Sistem Pemerintahan, Raja Raja, Kehidupan Sosial, Kehidupan Ekonomi Dan Budaya Kerajaan Pajajaran - by Diffit (Digital) - Scribd, https://id.scribd.com/document/702660894/sistem-pemerintahan-raja-raja-kehidupan-sosial-kehidupan-ekonomi-dan-budaya-kerajaan-pajajaran-by-Diffit-digital 16. Bogor: Kota Hujan dengan Sejarah Panjang, Pesona Alam, dan Kuliner Lezat - Indonesiana, https://www.indonesiana.id/read/180776/bogor-kota-hujan-dengan-sejarah-panjang-pesona-alam-dan-kuliner-lezat 17. Kerajaan Sunda Pajajaran - Kompas.com, https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/103911169/kerajaan-sunda-pajajaran 18. Tahun 1999 Nomor 01 Tentang Hari Jadi & lambang Kota Depok, https://jabar.bpk.go.id/files/2011/09/Tahun-1999-Nomor-01-Tentang-Hari-Jadi-lambang-Kota-Depok.pdf 19. Sejarah Kota Depok - Wix.com, https://lisumagunadarma.wixsite.com/ormawa/single-post/2016/07/27/sejarah-kota-depok 20. MISTERI!! SUMUR BANDUNG DI DEPOK - SELEB ON NEWS 19/08 - YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=eAKS_eNcasM&pp=0gcJCfwAo7VqN5tD 21. Menguak Sejarah Mata Air dan Sumur Keramat Depok - YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=qwOX29sGfp0 22. Menapak Tilas 5 Destinasi Sejarah Warisan Belanda di Depok - Superlive.id, https://superlive.id/superadventure/artikel/urban-places/menapak-tilas-5-destinasi-sejarah-warisan-belanda-di-depok 23. Depok Rayakan Hari Jadi ke-26 Tahun, Simak Sejarah dan Asal-usul Namanya, https://berita.depok.go.id/depok-rayakan-hari-jadi-ke-26-tahun-simak-sejarah-dan-asal-usul-namanya
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih yah udah mau komentar